Setiap orang pasti mempunyai kampung halaman. Disanalah kita lahir dan tumbuh sebagai manusia, dan ditempat itu pula awal dari perjalanan kita mengenal dunia.
Maka tidak heran jika kampung halaman menjadi tempat yang paling dirindukan oleh setiap insan, apalagi bagi mereka yang sudah lama merantau ke negeri orang. Rasa ingat kampung pasti selalu hinggap di hati.
Begitupun denganku, bertahun-tahun mengadu nasib di kota lain membuatku selalu ingat kampung halaman. Bagiku, kampung halaman tidak hanya menjadi tempat terbaik untuk pulang tapi juga tempat paling nyaman yang pernah ku punya.
Jauh dari kampung halaman bukanlah hal yang baru buatku. Sebab aku sudah merantau sejak kelas 6 SD. Bayangin aja, dari kecil aku sudah nyuci baju sendiri, nyetrika sendiri, nyiapin perlengkapan sekolah sendiri, makan sendiri. Terus kalau mau ambil raport tiap semester aku harus 'nyewa' kakak-kakak yang lebih dewasa buat jadi wali. Makanya guru ku kebingungan karna tiap ngambil raport wali yang aku ajak berbeda-beda.
Masa-masakelam itu selalu membuatku rindu kampung halaman. Tidak hanya rindu keluarga dirumah, tapi juga rindu setiap sudut kampung yang tidak pernah aku temui di tempat lain. Apakah kamu tahu dimana letak kampungku itu ?
Masa-masa
Ya, Kampung halaman itu bernama Bogor. Bogor mah kota
Bogor yang dikenal dengan kota hujan memiliki pemandangan alam yang tidak bisa digambarkan. Keindahan Bogor sering dijadikan primadona tempat wisata yang sering dikunjungi baik untuk masyarakat lokal maupun turis mancanegara.
Bayangkan saja, hampir setiap minggu Kota Bogor selalu dibanjiri oleh wisatwan. Kadang ada aja gitu Bule yang berlalu lalang sama Bule. Katanya mereka seneng karna cuaca Bogor adem dan gakjauh dari pusat ibu kota sehingga membuat kota Bogor menjadi alternatif yang tepat untuk berakhir pekan.
Selain memiliki banyak icon wisata, Bogor juga memiliki sederet kuliner lezat yang wajib dicoba. Namun, dari semua keunggulan yang dimiliki Bogor, ada satu hal menarik yang membuatku selalu ingat kampung halaman, Yaitu kekayaan Budaya dan tradisi Bogor yang banyak sekali jumlahnya, salah satunya seperti Budaya adat Seren Taun di kampung budaya Sindang Barang.
Bayangkan saja, hampir setiap minggu Kota Bogor selalu dibanjiri oleh wisatwan. Kadang ada aja gitu Bule yang berlalu lalang sama Bule. Katanya mereka seneng karna cuaca Bogor adem dan gakjauh dari pusat ibu kota sehingga membuat kota Bogor menjadi alternatif yang tepat untuk berakhir pekan.
Selain memiliki banyak icon wisata, Bogor juga memiliki sederet kuliner lezat yang wajib dicoba. Namun, dari semua keunggulan yang dimiliki Bogor, ada satu hal menarik yang membuatku selalu ingat kampung halaman, Yaitu kekayaan Budaya dan tradisi Bogor yang banyak sekali jumlahnya, salah satunya seperti Budaya adat Seren Taun di kampung budaya Sindang Barang.
Sebetulnya adat seren taun ini aku ketahui dari kejadian yang tidak di sengaja. Jadi gini, dulu habis lulusan SMK aku langsung berpindah ke Ciapus, Bogor untuk melanjutkan kuliah. Saat itu aku kebingungan untuk memilih angkot karna jumlah angkot di Bogor ada ribuan.
Singkat cerita,
Aku salah naik angkot, seharusnya jurusanku ke daerah Ciapus Bogor tetapi angkotku malah ke daerah SBR a.k.a SindangBarang. Awalnya aku yakin kalau angkotku sudah benar tetapi setelah beberapa lama perjalanan akhirnya aku curiga kalau aku kesasar, lalu aku tanya ke tukang angkotnya dan ternyata benar angkot ini mengarah ke sindang Braang, bukan ke Ciapus tujuanku.
Tapi dari situ aku banyak ngobrol sama tukang angkot yang asli orang SIndangbarang. Kata beliau, Kampung Sindang Barang punya tradisi unik yang bernama Seren Taun. Beliau juga menceritakan segala hal tentang Kampungnya yang membuatku tertarik sampai aku membuat postingan khusus di Blog ini.
Untuk yang belum tahu, adat Seren taun merupakan upacara adat yang diselenggarakan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala hasil pertanian yang telah didapat.
Seren Taun sendiri berasal dari kata ‘seren’ yang berarti serah, seserahan atau menyerahkan, dan ‘Taun’ yang berarti tahun. Jadi seren taun bermakna Seserahan tahunan.
Singkat cerita,
Aku salah naik angkot, seharusnya jurusanku ke daerah Ciapus Bogor tetapi angkotku malah ke daerah SBR a.k.a SindangBarang. Awalnya aku yakin kalau angkotku sudah benar tetapi setelah beberapa lama perjalanan akhirnya aku curiga kalau aku kesasar, lalu aku tanya ke tukang angkotnya dan ternyata benar angkot ini mengarah ke sindang Braang, bukan ke Ciapus tujuanku.
Tapi dari situ aku banyak ngobrol sama tukang angkot yang asli orang SIndangbarang. Kata beliau, Kampung Sindang Barang punya tradisi unik yang bernama Seren Taun. Beliau juga menceritakan segala hal tentang Kampungnya yang membuatku tertarik sampai aku membuat postingan khusus di Blog ini.
Untuk yang belum tahu, adat Seren taun merupakan upacara adat yang diselenggarakan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala hasil pertanian yang telah didapat.
Seren Taun sendiri berasal dari kata ‘seren’ yang berarti serah, seserahan atau menyerahkan, dan ‘Taun’ yang berarti tahun. Jadi seren taun bermakna Seserahan tahunan.
Upacara yang dilakukan setiap setahun sekali ini telah diselenggarakan di berbagai tempat di tanah Sunda, seperti :
- Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
- Kasepuhan Banten Kidul, Desa Ciptagelar, Cisolok, Kabupaten Sukabumi
- Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten
- Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya
- Dan terakhir tentu saja dari kampung halamanku yaitu Desa adat Sindang Barang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor.
Tradisi seren taun sendiri sudah ada sejak ratusan silam dari zaman kerajaan padjajaran. Di zaman dulu, Seren Taun merupakan wujud rasa syukur kepada sang dewi padi dalam kepercayaan Sunda kuno yang dikenal dengan Nyi Pohaci Sanghyang Asri.
Tapi sekarang, hanya sebagai ajang pelestarian budaya saja dan menjadi atraksi wisata. Sehingga tidak salah jika tradisi seren taun akan dihadiri oleh banyak wisatawan untuk menonton rangkaian upacara seren taun yang unik.
Tapi sekarang, hanya sebagai ajang pelestarian budaya saja dan menjadi atraksi wisata. Sehingga tidak salah jika tradisi seren taun akan dihadiri oleh banyak wisatawan untuk menonton rangkaian upacara seren taun yang unik.
Rangkaian ritual upacara Seren Taun berbeda-beda dan beraneka ragam antara satu desa dengan desa lainya. Akan tetapi intinya adalah prosesi penyerahan hasil bumi berupa padi yang dihasilkan dalam kurun waktu satu tahun untuk disimpan ke dalam lumbung atau dalam bahasa Sunda disebut leuit.
Adapun rangkaian upacara seren taun di Sindangbarang Bogor diawali dengan menyimpan berbagai hasil panen bumi seperti padi, buah-buahan, sayur mayur atau bahkan mata pencaharian lain seperti sandal atau sepatu. Mengingat masyarakat Bogor banyak sekali yang bekerja sebagai pengrajin sendal dan sepatu di rumah-rumah mereka.
Semua hasil panen ini diberikan secara sukarela dari para warga, lalu hasil panen dimasukkan kedalam dongdang (pikulan) untuk diarak. Sebelum melakukan arakan para warga diberkati dulu dengan percikan air yang telah didoakan. O iya, air doa ini bukan sembarang air loh, karna diambil dari beberapa curug atau sumber mata air di beberapa tempat di desa Sindang Barang.
Setelah hasil panen sudah terkumpul, para warga berjalan kaki sepanjang 2 KM untuk berpawai menuju Imah Gede. Imah Gede merupakan sebutan dari tempat yang dihuni oleh para pupuhu atau sesepuh kampung. Setelah itu para warga dan sesepuh berkeliling kampung sambil membawa padi dan hasil panen lainya sambil menampilkan kesenian disepanjang jalan menuju alun-alun kampung budaya Sindang Barang.
Saat melakukan pawai para warga sudah antusias berkumpul di pinggir jalan untuk menyaksikan kemeriahan pawai. Ada juga warga yang ikut menyambung pawai sehingga barisan pawai menjadi semakin panjang dan meriah.
Sesampainya di kampung budaya Sindang Barang, hasil bumi yang telah dibawa dikumpulkan di alun-alun, kemudian tetua adat membacakan beragam doa-doa dilanjutkan dengan melakukan ritual pare ambu dan pare ayah, yaitu memasukkan hasil panen kedalam lumbung padi.
Lumbung padi di kampung budaya Sindang Barang berbentuk rumah-rumahan khas yang terbuat dari kayu. Lumbung ini memang dikhususkan untuk menyimpan padi yang digunakan sebagai persediaan pangan warga sekitar Kampung Budaya Sindang Barang selama satu tahun penuh.
Ketika semua padi sudah dimasukkan ke dalam lumbung, dongdang yang berisi makanan dan kue-kue yang sudah diarak kemudian menjadi rebutan para warga. Parebut Dongdang ini menjadi ritual penutup atau acara puncak dalam upacara Seren Taun. Konon, siapapun yang berhasil mendapatkan hasil bumi dalam parebut dongdang diyakini akan mendapat keberkahan dan kesejahteraan.
Upacara tradisional seren taun yang berlangsung selama tujuh hari ini tidak hanya dikunjungi oleh wisatawan lokal saja tapi juga oleh wisatawan asing. Sehingga acara ini sangat cocok untuk menambah pengetahuan tentang khazanah kebudayaan sunda.
Selain ritual acara seren taun, upacara ini juga dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan kesenian seperti tarian, pertunjukkan musik dan lain-lain. Adat Seren Taun mengajarkanku bahwa tradisi ini tidak hanya menjaga hubungan baik dengan tuhan dan sesama manusia, tetapi juga kepada alam sebagai penopang kehidupan manusia.
Bogor merupakan salah satu satu kawasan yang kaya akan budaya. Adat seren taun hanyalah satu dari sekian banyak budaya di Bogor yang membuatku selalu inget kampung halaman. So, jika kalian sedang mampir di kota Bogor cobalah untuk berwisata budaya. Keunikan budaya Bogor sangat sayang jika dilewatkan.
Entah mengapa setiap kali menghadiri festival Budaya Bogor, aku selalu melihat pagelaran budaya baru yang belum pernah aku temui sebelumnya. Hal ini menandakan bahwa Bogor benar-benar kaya akan budaya. Contohnya seperti Kemeriahan Festival Hari Jadi Bogor Ke-535 yang diselenggarakan pada tanggal 17 juli 2017 kemarin.
Nah, itulah kejadian tidak sengaja yang membuatku inget kampung halaman. kalo inget kampung versimu apa ? Ada ga sih adat unik yang pernah kamu temui dikampungmu ? Yuk ceritain di kolom komentar. Aku tunggu ya :)
"Bogor selalu punya cerita menarik yang bahkan ditulispun tak akan pernah habis."
0 Komentar