Wae Rebo merupakan Desa Adat Tradisional di Flores yang unik dan mempesona, selain karena masih mempertahankan keasliannya. Letak Desa yang berada di ketinggian juga menjadi daya tarik tersendiri, meskipun harus mendaki gunung banyak wisatawan dalam dan luar negeri yang menjadikan Wae Rebo sebagai salah satu tujuan wisatanya selain Pulau Komodo.
Wae Rebo Flores dan tujuh rumah Mbaru Niang. credit: wisiannysusantytravel.wordpress.com |
Dengan mengunjungi Wae Rebo wisatawan berkesempatan untuk melihat dan tinggal di Mbaru Niang, sebuah rumah adat yang hanya bisa Anda temukan di Desa Wae Rebo. Mbaru Niang ini terdiri dari tujuh buah, terbuat dari kayu dengan atap dari ilalang yang dianyam. Bentuknya sangat unik mengerucut ke atas. Pada tahun 2012 silam, Mbaru Niang mendapatkan penghargaan dari UNESCO.
Mbaru Niang Wae Rebo. credit: gemadrakel.com |
Pesona Desa Wae Rebo tidak hanya sampai di situ. Alam perbukitan dan hutan hijau yang masih asri menjadi pemandangan sehari-hari, bahkan terkadang diselimuti kabut yang membuat tujuh buah Mbaru Niang di sana terlihat sangat mempesona. Maka pantas saja jika Wae Rebo mendapatkan julukan "Desa diatas awan". Jika diukur secara geografis Desa Wae Rebo ini terletak diatas ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (m dpl).
Wae Rebo berada di Kabupaten Manggarai, tepatnya di Kecamatan Satarmese Barat. Di sini satu desa dengan desa yang lainnya jauh terpisah lembah di antara bukit-bukit. Dusun Wae Rebo begitu terpencil, bahkan warga Desa terdekatnya belum semua pernah ke Wae Rebo. Sementara warga Belanda, Perancis, Jerman, hingga Amerika dan beberapa negara Asia sudah pernah ke sana.
Menuju Wae Rebo
Dari beberapa sumber, untuk menuju ke Wae Rebo kebanyakan pengunjung mengambil rute dari Ruteng, kemudian melanjutkan perjalanan ke Desa Denge yang merupakan desa terakhir sebelum menuju Wae Rebo. Nah untuk bisa ke Desa Denge ini, dari Ruteng pengunjung bisa menggunakan ojek atau truk kayu yang dapat ditemukan di Terminal Mena. Untuk tarif ojek sekitar Rp. 150.000 - Rp. 200.000, sedangkan truk kayu lebih murah.
Perjalanan belum berakhir, sesampainya di Desa Denge pengunjung masih harus melanjutkan perjalanan 3-4 jam jalan kaki sampai ke Desa Wae Rebo dengan kondisi jalan mendaki. Perjalanan menuju Wae Rebo memang perlu perjuangan, namun apa yang Anda dapat di sana cukup sebanding dengan perjalanan yang ditempuh.
Sesampainya di Wae Rebo
Sebelum melakukan aktivitas di Wae Rebo pengunjung diwajibkan mematuhi peraturan adat, yaitu berkunjung terlebih dulu ke Rumah Gendang untuk melakukan upacara adat. Setelahnya pengunjung akan disajikan kopi khas flores yang dibuat penduduk Wae Rebo sendiri. Biasanya pengunjung menginap 1 malam di Wae Rebo dan untuk itu pengunjung bisa menginap di salah satu Mbaru Niang yang sudah disediakan.
Selain rumah adat yang menjadi daya tarik, kehidupan masyarakatnya juga sangat menarik untuk diketahui. Kopi dan kain cura adalah salah satu usaha yang menjadi penghasilan utama dari penduduk kampung Wae Rebo. Sedangkan kain cura menjadi kerajinan kain tenun yang dilakukan oleh ibu-ibu di Wae Rebo.
Bagi pengunjung yang memang tertarik untuk mengoleksi kain tenun dari beberapa daerah di Indonesia, kain cura ini bisa menjadi pilihan tersendiri harganya dijual mulai Rp. 150.000 - Rp. 500.000. Selain itu penikmat kopi juga bisa membeli oleh-oleh kopi, ada kopi bubuk dan ada juga yang masih berbentuk biji dengan harga Rp. 35.000 - Rp. 50.000.
Penginapan di Wae Rebo
Hanya ada 2 penginapan di kampung terdekat sebagai tempat transit menuju Wae Rebo, yakni Waerebo logde di Dintor dan Homestay milik Blasius Monta di Denge. Sementara di Desa Wae Rebo sendiri Anda bisa menginap di Mbaru Niang yang memang sudah disediakan untuk pengunjung.
0 Komentar